Islam  

Bahaya Hoax

kultum-bahaya-hoax-hoaks-berita-bohong

Bahaya hoax atau hoaks, berita bohong, informasi palsu. Hoax atau hoaks mengandung arti berita bohong. Atau peristiwa yang tidak terjadi tetapi dipoles agar tampak benar-benar terjadi. Inti dari hoax atau hoaks adalah kebohongan.

Istilah hoax terdengar santer baru akhir-akhir ini. Sebelumnya tidak pernah mendengar. Dan setelah memasuki tahun politik, intensitas penggunaan istilah dan mempraktekkan hoaks semakin tinggi. Apalagi setelah banyaknya buzzer, yaitu orang-orang yang bersedia berkicau apa saja untuk menyebarkan hoaks untuk tujuan politik dengan bayaran sejumlah nominal demi mencitrakan pihak lain buruk dan pihaknya adalah yang terbaik.

Mereka seperti virus yang bisa menggandakan informasi bohongnya dengan cepat ke berbagai akun miliknya. Jadi mereka tidak hanya mempunyai satu akun tetapi banyak sekali. Masing-masing akun gencar menyebar hoax.

Sudah menjadi sifat dari dunia maya, meskipun bohong dan tidak bisa dipercaya, hoaks mudah sekali menjadi trending. Juga yang perlu menjadi catatan adalah para pembaca hoaks juga sangat mudah percaya. Bahkan mereka juga mempunyai andil dalam menyebarkan kebohongan tersebut.

Jika dicermati maka sesungguhnya hoaks dalam pandangan Islam adalah sama dengan fitnah, haditsul ifki. Fitnah dan haditsul ifki sama-sama berarti menyebarkan berita yang tidak ada kebenarannya sama sekali demi menjatuhkan nama baik pihak lain. Jika mengacu pada surat al-Baqoroh ayat 191, maka sesungguhnya fitnah itu lebih berat dampaknya dari pembunuhan.

Hoax terbesar dalam sejarah Nabi Muhammad SAW

Dulu ketika masih anak-anak pernah mendapat pelajaran kitab Khulashah Nurul Yakin. Kitab kecil ini terdiri atas 3 juz. Dalam juz yang kedua terdapat pembahasan tentang hoax atau berita palsu, yang dalam kitab tersebut ditulis dengan haditsul ifki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Baca juga: Nasehat Pernikahan: Batasi Penggunaan MEDSOS

Dikisahkan bahhwa dalam peperangan dengan banu musthaliq Nabi membawa serta istrinya, Aisyah dan Ummu Salamah. Setelah selesai perang, rombongan tentara kembali pulang. Di tengah perjalanan, Aisyah merasa kalungnya hilang. Maka ia kembali ke tempat semula untuk mencari kalungnya. Setelah ditemukan, ia bergegas menuju rombongan tentara. Rupanya rombongan tentara sudah melanjutkan perjalanan sehingga Asiyah teritnggal. Dalam kebingungan dan kecapaian sehingga ketiduran, datanglah seorang tentara bernama Sofwan bin Mu’atthal. Ia memang mendapat tugas pulang paling akhir untuk mencari barang-barang yang tertinggal.

Baca Juga:  Risalah tentang Shalat Khusyuk

Setelah berjuma dengan Aisyah maka ia menaruh hormat kepadanya, karena Aisyah adalah ummul mukminin. Ia rendahkan untanya agar Aisyah bisa menaikinya. Ia tuntun unta itu dengan tidak berani berkata sepatah katapun sepanjang perjalanan, apalagi memandang wajah Aisyah. Sampai akhirnya mereka bertemu dengan bala tentara yang lain.

Rupanya, kedatangan mereka menjadi berita heboh. Dan hal itu dimanfaatkan oleh tokoh munafiq, Andullah bin Ubai untuk menjatuhkan Nabi dan Aisyah. Sengaja ia menyebarkan peristiwa tersebut dengan dibumbui fitnah bahwa Aisyah, istri Rasul berselingkuh.

Dampak dari berita bohong (hoax) yang disampaikan orang munafiq ini sungguh hebat. Banyak orang percaya, dan bahkan Rasul sendiri kebingungan antara percaya dan tidak. Hingga Akhirnya Allah menjelaskan peristiwa dan berita sesungguhnya melalui firman-Nya dalam surat an-Nur : 11 – 20)

Lega dan plonglah hati dan perasaan orang-orang beriman, tak terkecuali Rasulullah SAW.

Sikap Orang Beriman Terhadap Hoax

Bagaimana orang-orang beriman sebaiknya bersikap terhadap hoaks, berita bohong, fitnah dan semacamnya dalam dunia nyata ataupun dunia maya?

1. Jangan menjadi bagian dari peyebar hoax, fitnah dan berita bohong

Berbicara di dunia nyata ataupun dunia maya hendaklah berhati-hati dan memperhatikan rambu yang ada dalam Islam. Dalam Islam, ngomong dengan lesan di dunia nyata dan tulisan di dunia maya sangat terkait dengan persoalan keimanan kepada Allah dan Hari Akhir.

Baca Juga:  Puasa Ramadhan Menjauhkan Diri dari Kebencian

Rasul bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Siapapun yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka berkatalah yang baik atau (jika tidak mampu) hendaklah diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan di Hadits yang lain, Rasulullah berani menjamin kepada siapapun yang menjaga sesuatu di antara dua bibir dan pahanya dengan surga.

2. Jangan langsung percaya dan carilah kebenarannya (tabayyun)

Prinsip yang harus dilakukan oleh orang beriman di tengah derasnya arus berita adalah tidak langsung percaya terhadap kebenarannya. Orang beriman tidak langsung menerima dan mudah percaya terhadap berita yang beredar di media sosial apalagi jika berisi tentang berita negatif, baik menyangkut orang atau peristiwa dan keadaan.

sering keburukan orang, peristiwa dan keadaan tertentu dishare dan diteruskan ke orang lain padahal tidak benar. Jika demikian, maka oramg-oramg beriman menjadi bagian dari kebohongan dan hoax. Maka berhati-hatilah.

Baiknya kita memperhatikan warning yang terdapat dalam QS. al-Hujurat: 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, bila datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan sangat teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah (keburukan) kepada satu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menjadikan kamu menyesal atas perbuatan yang telah kamu lakukan.

3. Awali dengan rasa tidak percaya

Setiap menerima informasi apapun dibagikan melalui media sosial, awali dengan rasa tidak percaya. Meskipun yang membagikan adalah teman sendiri yang sangat dekat. Terkadang teman yang membagikan juga tidak tahu informasi yang mereka bagikan sesungguhnya adalah tidak benar.

Baik dan buruk yang kita baca di dunia maya, tidak sedikit merupakan hasil dari pencitraan atau pengesanan. Bisa jadi sesungguhnya buruk tetapi berhasil dikesankan baik. Atau sebaliknya, sesungguhnya baik, tetapi dikesankan buruk. Sesungguhnya tak terjadi apa-apa, tetapi dikesankan seakan-akan sungguh terjadi. Bisa jadi, sebuah peristiwa kejadiannya tak setragis yang diterima tetapi dikesankan sangat tragis untuk mempengaruhi dan membakar emosi pembacanya.

Baca Juga:  Kultum Tentang Perintah Belajar Agama Islam

Maka penjadi sangat penting, mengawali diri dengan rasa tidak percaya terhadap apapun yang tersebar melalui media sosial. Meskipun hal itu adalah seakan membela aqidah dan Agama. Karena banyak berita dan informasi heboh (baik dan buruk) adalah kesan yang dibangun oleh para buzzer yang dibayar untuk melakukan itu semua.

Baca juga: Profesor Columbia University Samakan Israel dengan ISIS

Teruslah tidak bosan untuk menggali sendiri kebenaran, agar tidak menjadi bagian dari penyebar hoax, hoaks, berita palsu, fitnah, atau haditsul ifki.

Resiko – bahaya dunia dan akhirat  bagi penyebar hoax

Ingtalah resiko dan bahaya hoax yang ditanggung jika kita menjadi bagian dari penyebar kebohongan atau hoax.

Resiko duniawi bagi penyebar hoax, baik pelaku ataupun sekedar ikut mendistribusikan (mem-forward pesan) adalah diancam dengan hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal 1 milyar. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE.

Sedangkan resiko akhirat bagi pelaku hoax (bahasa Agama: fitnah, haditsul ifki) adalah diancam dengan neraka.

Baik dunia ataupun akhirat sama-sama mengandung resiko yang sangat berat. Maka jangan sampai para pembaca kultum.web.id menjadi bagian dari penyebaran hoax. Hoax tak lain adalah kebohongan.

Demikianlah Artikel Pendidikan dan Keislaman tentang bahaya hoaks, hoax, berita bohong, informasi palsu, fitnah, dan haditsul ifki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *