Skandal Korupsi Kuota Haji 2024: Mengungkap Jaring-Jaring Bisnis dan Politik di Balik Ibadah Suci

Skandal Korupsi Kuota Haji 2024: Mengungkap Jaring-Jaring Bisnis dan Politik di Balik Ibadah Suci

Sodikin.IDSkandal Korupsi Kuota Haji 2024: Mengungkap Jaring-Jaring Bisnis dan Politik di Balik Ibadah Suci dibahas dalam artikel kang sodikin ini.

Kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024 yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan sekadar pelanggaran administratif biasa. Skandal ini membuka tabir praktik penyalahgunaan wewenang yang melibatkan jaringan luas biro perjalanan haji, asosiasi, dan diduga kuat juga pihak di Kementerian Agama. Dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun, kasus ini menjadi salah satu skandal haji terbesar dalam sejarah Indonesia.

Kompleksitas Kasus: Mengapa KPK Belum Umumkan Tersangka?

Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka. Publik mempertanyakan lambannya penindakan, tetapi ada alasan mendasar di balik itu. Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penyelidikan melibatkan hampir 400 biro perjalanan haji. Kompleksitas ini membuat penyidik harus menelusuri aliran dana dan peran setiap pihak secara cermat, termasuk mengidentifikasi siapa yang mengatur dan mengendalikan distribusi kuota tambahan.

Strategi ini seolah menunjukkan KPK tidak ingin mengulangi kesalahan masa lalu—tergesa-gesa mengumumkan tersangka, namun sulit membuktikan keterlibatan sistematis di pengadilan. Kasus ini lebih mirip investigasi kejahatan terorganisir ketimbang perkara individual.

Jatah Kuota yang Melonjak: Celah Regulasi Jadi Lahan Empuk

Sumber masalahnya terletak pada pembagian kuota haji tambahan. Indonesia memperoleh 20.000 kuota tambahan pada 2023–2024. Berdasarkan undang-undang, kuota haji khusus seharusnya hanya 8% dari total kuota nasional. Namun, pada praktiknya, pemerintah dan asosiasi travel menetapkan formula pembagian 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.

Akibatnya, kuota haji khusus yang seharusnya 1.600 melonjak drastis menjadi 10.000 kursi. Perbedaan 8.400 kursi inilah yang kemudian menjadi ajang bancakan, karena setiap kursi bernilai ribuan dolar. Jika dihitung kasar, potensi uang yang berputar mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Inilah “tambang emas” yang menggoda banyak pihak.

Indikasi Kolusi: Asosiasi, Kementerian, dan “Juru Simpan”

KPK menduga kuat adanya komunikasi terselubung antara asosiasi biro perjalanan haji dengan pihak Kementerian Agama untuk memuluskan pembagian kuota tambahan. Dalam keterangan Asep Guntur, bahkan disebutkan kemungkinan adanya sosok “juru simpan”—penampung dana hasil korupsi sebelum disalurkan ke pihak-pihak lain. Pola ini khas dalam kasus korupsi sistemik, di mana dana disamarkan lewat beberapa pihak sebelum sampai ke aktor utama.

Daftar saksi yang sudah diperiksa juga memperkuat dugaan adanya kolusi lintas sektor. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Sekjen Kemenag Nizar Ali, hingga pendakwah Khalid Basalamah telah dipanggil untuk dimintai keterangan. Langkah ini menunjukkan KPK sedang menyisir jejaring dari pusat kebijakan hingga lapangan.

Mengapa Publik Harus Waspada?

Skandal kuota haji ini bukan hanya soal manipulasi angka, tetapi juga soal integritas pengelolaan ibadah umat. Haji merupakan rukun Islam kelima yang sakral bagi umat Muslim Indonesia, namun dijadikan ladang bisnis gelap. Bila pola seperti ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap negara dalam mengelola ibadah akan terus terkikis.

Kasus ini juga menjadi cermin lemahnya pengawasan dan tumpang tindih regulasi. Kuota tambahan yang seharusnya menjadi kemudahan bagi jemaah justru berubah menjadi komoditas. Jika tidak ditindak secara tuntas, praktik serupa akan terus berulang pada tahun-tahun mendatang.

Meski belum ada tersangka yang diumumkan, KPK menegaskan proses penyidikan berjalan progresif. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pengumuman tinggal menunggu waktu yang tepat. Dengan kompleksitas kasus yang melibatkan ratusan aktor, publik sepatutnya memberi ruang bagi KPK untuk bekerja mendalam.

Namun, tekanan publik tetap diperlukan agar proses ini tidak “mengendap” atau dimanfaatkan sebagai alat tawar politik. Keterbukaan, kecepatan, dan ketegasan akan menjadi tolok ukur kredibilitas KPK dalam menangani skandal besar ini.

Kesimpulan Analitis

Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 memperlihatkan wajah lain dari tata kelola ibadah haji yang rentan dimanfaatkan oleh kepentingan bisnis dan politik. Dengan melibatkan ratusan biro perjalanan, dugaan kolusi dengan Kemenag, serta potensi aliran dana yang masif, ini bukan sekadar kasus individual, tetapi kejahatan terorganisir. Publik patut terus mengawal agar KPK berani mengungkap semua aktor yang terlibat—dari tingkat bawah hingga elite—agar ibadah suci tidak lagi dinodai oleh praktik kotor.

Sodikin Masrukin

Pelaku pendidikan, Pengawas Madrasah, pemerhati sosial-budaya dan kajian Islam yang tinggal di Kab. Purbalingga. Alumnus Pondok Pesantren Ma'ahidudiniyyah Al-Islamiyah Kudus, UIN Walisongo Semarang (S1) dan UIN Saifudin Zuhri Purwokerto (S2).